ASLIH MADUREH – Warga di sepanjang wilayah pantai utara (pantura) Pamekasan, Jawa Timur, memiliki tradisi larangan memotong sapi betina usia produktif karena dipercaya sebagai sapi bertuah dan bernilai ekonomis.

"Kalaupun ada yang memotong sapi betina, paling yang sudah tua dan diperkirakan tidak produktif lagi," kata Azis Maulana, warga Desa Sana Daja, Kecamatan Pasean, Pamekasan.

Bagi warga yang tinggal di sekitar pesisir pantai utara Pamekasan, kata dia, mereka memiliki kepercayaan jika memotong sapi betina pada usia produktif, rezekinya akan berkurang.
Selain itu, lanjut dia, sapi betina dianggap sapi yang memiliki genetika kuat melahirkan sapi asli Madura.

Azis Maulana merupakan satu dari sekitar 4.000 lebih warga Desa Sana Daya, Kecamatan Pasean yang mengaku mendukung larangan memotong sapi betina usia produktif ini. Namun, pertimbangannya bukan karena mitos sebagaimana berkembang di kalangan warga desa itu.

Tokoh pemuda aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pamekasan ini mengaku bahwa pertimbangan mendukung larangan itu karena memang jika sapi dibetina dipotong pada usia produktif, nantinya bisa mengurangi hasil reproduksi sapi.

Bagi kebanyakan warga desa di daerah tersebut, kata dia, memiliki sapi betina merupakan kebanggaan tersendiri karena sapi-sapi itu nantinya akan dilatih pada ajang kontes kecantikan sapi atau yang dikenal dengan masyarakat setempat dengan sebutan kontes "sapi sonok".
Harga sapi betina, kata dia, juga jauh lebih mahal daripada sapi jantan, bahkan hingga mencapai ratusan juta rupiah.

"Kalau sapi betina yang bagus dan sudah bisa diikutsertakan kontes kecantikan sapi, bisa mencapai Rp150 juta dalam satu pasangan," tutur warga Dusun Daddak Laok, Desa Sana Daya, Ahmad.
Bahkan, sambung dia, di desa itu juga memiliki tradisi turun-temurun jika anak sapi piarannya betina, anak diarak keliling desa dengan taburan saronen, yakni kesenian musik tradisional Madura yang selama ini dijadikan sebagai pengiring musik dalam kontes sapi sonok.
Sejak tiga tahun lalu, pemkab melalui Dinas Peternakan Pamekasan mengeluarkan imbauan kepada warga Pamekasan agar tidak memotong sapi betina pada usia produktif agar produksi sapi tidak terhenti.

Namun, warga di desa tersebut mengaku belum mengetahui instruksi itu. Sebab, larangan memotong sapi betina pada usia produktif sudah berlangsung turun-temurun.
Bupati Pamekasan Achmad Syafii saat menggelar program "Bupati Mengajak Membangun Desa/ Bunga Bangsa" di desa ini menyatakan bahwa pemkab memang akan menjadi wilayah pantura Pamekasan yang meliputi Kecamatan Pasean, Batumarmar, dan Kecamatan Waru sebagai pusat pengembangan sapi asli Madura.

Menurut Bupati, warga di tiga kecamatan itu memang fanatik memelihara sapi madura, dan mereka tidak mau beternak sapi jenis lain, misalnya sapi madrasin, yakni sapi hasil persilangan antara sapi madura dengan sapi limosin asal Australia.

Tidak hanya itu saja, kegemaran warga memelihara sapi madura juga telah menambah khazanah budaya, seperti kontes kecantikan sapi atau "sapi sonok" dan lomba "Sapi Taccek", yakni sapi yang dilombakan berdasarkan kebersihan dan kesehatannya dengan cara dipajang di tempat tertentu yang memang telah disediakan panitia pelaksana lomba.

"Kami optimistis program Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang akan menjadi Pulau Madura ini sebagai sentra ternak sapi akan sukses," kata Bupati Achmad Syafii.